Saturday, June 20, 2020

OTAK DAN KEMAMPUAN BERBAHASA (1)

Dr. Asep Nurjamin
Manusia diberkahi Tuhan dengan tiga otak, yaitu (1) otak primitif, (2) otak tengah, serta (3) neo korteks atau otak berpikir.  Ketiga otak inii memiliki fungsi yang berbeda. Selanjutnya, di bawah ini ketiganya akan dibahasn satu persatu.  

1. Otak Primitif
Otak ini  terletak pada dasar tengkorak. Otak primitive sering juga disebut otak reftil. Disebut demikian karena fungsi otak ini mirip dengan otak binatang dan mengendalikan naluri sebagian dari naluri-naluri dasar yang primitive seperti yang dimiliki binatang. Otak inilah yang mengendalikan sistem pernapasan, pencernaan, kinerja jantung, serta refleks. Di samping itu, otak ini pun mengendalikan perasaan aman pada diri manusia. Perasaan takut, perasaan terancam, atau perasaan cemas dikendalikan oleh otak ini.
Untuk keberhasilan kegiatan pembelajaran, otak ini harus dipastikan dalam keadaan memberi rasa aman, tidak dalam keadaan memberikan takut atau terancam yang berlebihan. Oleh karena perasaan ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali,  kita harus berusaha untuk mengelolanya menjadi kekuatan bukan kelemahan. Rasa takut dan cemas jangan sampai menghilangkan keberanian tetapi diubah menjadi pendorong. 
Sikap berani mengambil risiko yang dimiliki seseorang adalah sikap baru yang muncul sebagai hasil dari kemampuan mengelola rasa takut. Inilah contoh rasa takut  yang dikelola menjadi energi yang positf. Karena takut tidak lulus dalam ujian, seseorang berusaha mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Karena takut kesiangan, seseorang berusaha untuk bangun pagi-pagi benar. Karena takut masuk neraka, seseorang berusaha untuk bertaqwa.
Sebaliknya, rasa takut yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan taku yang berlebihan dan perasaan terancam. Perasaan takut kehilangan orang yang dikasihi akan menimbulkan perasaan cemburu yang berlebihan, perasaan takut tidak lulus   malah membuat tidak berani untuk mengikuti ujian. Karena takut jatuh atau tabrakan seseorang tidak berani naik kendaraan bermotor. Lebih dari itu, dalam stadium tinggi perasaan takut itu akan memunculkan keinginan untuk menyerang, sikap curiga, dan agresif.
Dalam pembelajaran, para siswa harus dilatih untuk mengendalikan dan mengelola perasaan ini. Dari dalam diri siswa sendiri harus muncul keinginan untuk mengendalikan dan mengelolanya. Di samping itu, guru harus berusaha agar seluruh penampilannya tidak memunculkan perasaan takut atau cemas yang berlebihan. Lebih dari itu, guru harus  berusaha untuk membantu para siswa mencapai kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola perasaan tersebut.

2. Otak Tengah
Otak tengah ini sering disebut sistem limbic atau otak mamalia. Disebut otak tengah karena memang posisinya berada di tengah-tengah antara otak reftil dengan neokorteks. Juga disebut otak mamalia karena otak ini mirip benar dengan otak yang dimiliki binatang mamalia. Otak ini berfungsi untuk mengendalikan sistem hormon,  kekebalan tubuh, seksualitas, emosi, serta mengendalikan memori jangka panjang, ‘long term memory’. 
Dalam hal ini kita melihat bahwa emosi dan memori jangka panjang itu sama-sama dikendalikan oleh otak tengah. Dengan demikian, kini dapat kita pahami bahwa sesuatu informasi atau peristiwa yang melibatkan emosi itu cenderung akan disimpan dalam memori jangka panjang.
Otak ini menghasilkan dorongan-dorongan untuk membuat manusia berperilaku seperti binatang. Hal ini sering kita sebut sebagai napsu. Apabila dituruti akan membuat manusia menyerupai perilaku hewan. Melalui pendidikan, dorongan-dorongan ditekan dan dikendalikan serta diatur  dengan norma-norma yang ada. Ingat, bahwa kunci dari kemampuan mengelola otak tengah ini adalah pada kemampuan untuk mengendalikan diri. Di dalamnya, ada kemampuan untuk mengekang dan mengarahkan perintah-perintah dari otak tengah menjadi sesuai dengan hukum agama, kebiasaan, etika, peraturan, atau tata tertib. Inilah kunci dari keberadaban, ‘civilization’ manusia yang membedakan dari ketidakberadaban.
Pada dasarnya, pelajaran ahlak dan moral adalah pelajaran yang diarahkan pada kemampuan untuk mengendalikan perintah-perintah atau hasrat-hasrat dari otak tengah ini. Bukti keberhasilan pembelajarannya adalah terbentuknya masyarakat yang beradab atau masyarakat madani, ‘civil sociey’.
       
 3. Neokorteks
Neokorteks yang oleh ahli lain sering disebut korteks serebral ini terletak pada bagian paling atas dari tengkorak. Neokorteks ini terdiri atas dua Hemisfir, yaitu Hemisfir kiri dan Hemisfir kanan. Kedua Hemisfir ini dihubungan dengan korpus kalosum yang terdiri atas sekitar dua ratus juta serat fiber. Korpus kalosum itu sendiri berfungsi untuk mengintegrasi dan mengordinasi Hemisfir dan Hemisfir kanan. Dengan memfungsikan kedua Hemisfir inilah manusia dapat berbahasa belajar.
Kedua Hemisfir ini masing-masing berfungsi mengendalikan semua anggota tubuh manusia. Hemisfir kiri berfungsi mengontrol semua anggota tubuh dan wajah yang ada di sebelah kanan sedangkan Hemisfir kanan berfungsi mengontrol sema anggota tubuh dan wajah yang berada di sebelah kiri. Jadi, kedua Hemisfir ini bekerja secara silang mengendalikan bagian tubuh dan wajah yang ada bagian yang sebaliknya.
Yang agak berbeda adalah sistem pengontrolan terhadap mata dan telinga. Dari mata kiri  dan mata kanan terdapat syaraf-syaraf yang menghubungkannya ke kedua Hemisfir. Akan tetapi, syaraf yang dari mata kiri ke Hemisfir kanan lebih banyak daripada yang ke Hemisfir kiri. Syaraf yang dari mata kanan juga lebih banyak yang terhubung ke Hemisfir kiri daripada yang terhubung ke Hemisfir kanan. Sistem syaraf yang terhubung ke kedua Hemisfir inilah yang membuat manusia masih dapat melihat secara utuh sebuah benda walaupun salah satunya matanya tidak berfungsi.
(To be continued)
.    

Monday, June 15, 2020

5. CARA GURU BERKOMUNIKASI DENGAN SISWANYA




Oleh:  Dr. Asep Nurjamin & Aisyah Kh. Nurjamin


Sangat jarang guru yang memperhatikan cara dirinya  berkomunikasi dengan siswa. Banyak guru yang kurang menghargai siswa. Banyak guru yang memiliki pikiran bahwa menghargai siswa adalah sikap yang akan membuat siswanya kurang menghormati dirinya. Keyakinan tersebut telah mengakibatkan banyak guru yang bersikap memandang rendah siswanya. Jelas, ini keliru.

Cara berkomunikasi guru dengan siswa mampu memberi kenyamanan selama proses belajar, bahkan bisa membuat siswa lebih mudah memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sebaliknya, apabila guru terus merawat sikap ingin dihormati tanpa menghargai siswa, tentu akan menimbulkan sikap antipati dalam diri siswa terhadap hal apapun yang disampaikan oleh guru.

Cara guru berkomunikasi dengan siswanya akan dipengaruhi oleh: penghargaan terhadap siswa, sikap mau membantu, memandang siswa sebagai orang yang harus dibantu, sikap lemah lembut, dan bersikap sabar.

Sikap menghargai ditunjukkan guru diberikan dalam bentuk perhatian kepada semua siswa.Misalnya, pada saat guru berbicara atau pada saat siswa berbicara. Guru membiarkan siswa berbicara sampai selesai. Kemudian, guru berusaha menanggapi dan menjawabnya dengan sikap yang positif. Hal ini selanjutnya akan mendorong siswa untuk berani bertanya dan berbicara di dalam kelas. Siswa yang cenderung tidak aktif, oleh guru diberi motivasi yang positif untuk membangun keberaniannya. Mereka jadi tidak takut salah.

Kini di Indonesia sendiri telah banyak berkembang istilah “Sekolah Alam”. Dilihat dari pertumbuhannya, sekolah alam menuai respon positif dari para orang tua. Sekolah alam menjadi digemari oleh orang tua beserta anak-anaknya karena memiliki keunikan tersendiri. Selain karena tempat pembelajaran yang dilaksanakan di alam terbuka, hal tersebut erat kaitannya dengan cara guru berkomunikasi dengan siswa.

Sikap guru yang menghargai dan mengayomi siswa menjadi poin penting karena  kedua sikap ini mampu membuat siswa merasa nyaman dan berani meng-explore ­hal-hal baru yang belum diketahuinya. Siswa tidak akan merasa malu atau takut untuk bertanya kepada guru. Kelas akan terasa hidup karena rasa ingin tahu yang dimiliki oleh siswa tidak terhambat oleh sikap guru. Guru berusaha menghargai setiap usaha siswa apa pun hasilnya. Guru lebih mengarah pada pembentukan sikap dan semangat belajar menjadi pribadi yang baik yang ditandai dengan kemampuan yang baik dalam berbahasa.

Begitupun dengan bersikap sabar dalam mengahadapi siswa. Ada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Ada juga yang memperlihatkan sikap kurang positif dalam belajar. Ada juga masalah-masalah lain yang berkenaan dengan terhambatnya kelancaran pembelajaran yang disebabkan siswa. Dalam menghadapinya, guru harus selalu sabar. Artinya, guru memperlihatkan “sikap tegas” bukan kemarahan apalagi “kasar.” Sikap tegas itu ditunjukkan dengan menegur dan mengingatkan dengan sikap lemah lembut.

Sabar di sini juga berarti senantiasa mau mengayomi siswa dalam proses belajar. Menanamkan kesadaran dalam benak siswa bahwa sekolah merupakan tempat belajar yang aman dan penuh kasih sayang. Sekolah bukan sekadar memperoleh pengetahuan dan keterampilan tetapi lebih dari itu menjadi tempat membentuk kepribadian. Baiknya kemampuan berkomunikasi itu ditentukan oleh kemampuan berbahasa yang dipengaruhi oleh kepribadian yang baik. Cara guru berkomunikasi dengan siswanya adalah contoh yang baik bagi siswanya. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia harus tampil sebagai teladan bagi siswanya dalam berkomunikasi.


Garut 15 Juni 2020

@salam dari Dr. Asep Nurjamin & Aisyah Kh. Nurjamin di Bumi Guntur Melati

Sunday, June 7, 2020

4. GURU SEBAGAI MODEL BERBAHASA BAGI SISWANYA


Oleh:  Dr. Asep Nurjamin

Para ahli teori belajar sosial berpendapat bahwa sebuah ketrampilan itu diperoleh melalui proses meniru, modeling. Pada istilah “meniru” itu tersirat makna adanya yang meniru dan yang ditiru. Yang ditiru inilah yang dijadikan model atau contoh. Hal yang patut ditiru sering disebut “teladan”. Bagi orang Islam, sebaik-baik teladan adalah Rasulullah sholallahu alaihi wassalam, termasuk teladan dam menggunakan bahasa.
              Kemampuan guru dalam berbahasa harus kuat dan berkesan bagi siswanya. Para siswa dapat dengan mudah dapat meneladani gurunya dalam berbahasa. Dari gurunya, siswa bukan hanya mengenal dan tahu cara berbahasa yang efektif. Lebih dari itu, mereka akan menjadikan guru teladan dalam berbicara yang efektif dengan memperhatikan sopan santun.
              Sebenarnya, berbahasa itu tidak semata-mata berkenaan dengan struktur, tatabahasa, dan kosakata. Lebih dari itu, berbahasa itu adalah bersikap. Dalam agama Islam berbahasa itu termasuk bagian dari akhlaq. Baik buruknya akhlaq seseorang bisa diukur caranya berbahasa. Salah satu hal yang istimewa dalam Islam adalah keterampilan berbahasa itu tidak senantiasa ditandai dengan kemampuan berbicara melainkan kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak berbicara. Dikatakan, bahwa manusia harus berbicara atau berkata yang baik-baik. Bila tidak, lebih baik diam.
Mudahkah menahan diri untuk tidak berbicara? Tidak. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang terlatih. Dengan demikian, guru harus pula melatih kemampuan berbicara yang baik-baik dan bermanfaat ditambah kemampuan untuk menahan diri untuk tidak berbicara. Bicara yang baik-baik atau diam. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan at-Tirmidzi  (Jawas, 2016: 551) dikatakan bahwa lisan ini akan membawa orang ke surga atau ke neraka.
Hal paling penting diperhatikan dalam membangun keterampilan berbahasa adalah menanamkan sikap menghargai orang lain. Ini bermakna setiap komunikasi harus dilandasi sikap ingin menjaga hak dan kehormatan lawan bicara. Ini harus ditanamkan sejak mereka kecil, sejak awal belajar berkomunikasi.
Secara garis besar, ada dua hal yang harus diperhatikan pada saat guru berbahasa, yaitu: (1) masalah penggunaan bahasanya sendiri, dan (2) cara berbahasanya.
Masalah penggunaan bahasanya sendiri merujuk pada kalimat-kalimat yang diucapkan guru harus kalimat yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit. Masalah cara berbahasa berkenaan dengan cara dan sikap pada saat berkomunikasi. Tunjukan sikap yang baik pada saat guru berbicara kepada siswa. Tunjukan sikap baik, sabar, dan menahan diri pada mendengarkan siswa. Tunjukan pula sikap tidak mudah tersinggung oleh kata-kata siswa.
Guru harus berusaha menunjukkan sikap penuh perhatian ketika siswanya berbicara walaupun isi pembicaraannya tidak penting. Harus disadari bahwa anak itu ingin berbicara kepada gurunya bukan karena ada hal penting yang ingin disampaikan. Sebenarnya, mereka hanya ingin didengar dan diperhatikan. Oleh karena itu, beri perhatian dan penghargaan yang cukup, secara bertahap dan sabar diarahkan pada cara berkomunikasi yang efektif.
(Insya Allah bersambung)

SALAH TULIS

Hermawan Aksan wartawan Tribun Jabar KITA biasa menyebutnya typo, dari istilah typographical error. Maknanya, kesalahan ketik atau salah ket...