Oleh: Dr. Asep Nurjamin
Para ahli teori belajar sosial
berpendapat bahwa sebuah ketrampilan itu diperoleh melalui proses meniru, modeling. Pada istilah “meniru” itu
tersirat makna adanya yang meniru dan yang ditiru. Yang ditiru inilah yang
dijadikan model atau contoh. Hal yang patut ditiru sering disebut “teladan”.
Bagi orang Islam, sebaik-baik teladan adalah Rasulullah sholallahu alaihi wassalam,
termasuk teladan dam menggunakan bahasa.
Kemampuan guru dalam berbahasa harus kuat dan berkesan
bagi siswanya. Para siswa dapat dengan mudah dapat meneladani gurunya dalam
berbahasa. Dari gurunya, siswa bukan hanya mengenal dan tahu cara berbahasa
yang efektif. Lebih dari itu, mereka akan menjadikan guru teladan dalam
berbicara yang efektif dengan memperhatikan sopan santun.
Sebenarnya, berbahasa itu tidak semata-mata berkenaan
dengan struktur, tatabahasa, dan kosakata. Lebih dari itu, berbahasa itu adalah
bersikap. Dalam agama Islam berbahasa itu termasuk bagian dari akhlaq. Baik buruknya akhlaq seseorang
bisa diukur caranya berbahasa. Salah satu hal yang istimewa dalam Islam adalah
keterampilan berbahasa itu tidak senantiasa ditandai dengan kemampuan berbicara
melainkan kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak berbicara. Dikatakan,
bahwa manusia harus berbicara atau berkata yang baik-baik. Bila tidak, lebih
baik diam.
Mudahkah
menahan diri untuk tidak berbicara? Tidak. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh
orang yang terlatih. Dengan demikian, guru harus pula melatih kemampuan
berbicara yang baik-baik dan bermanfaat ditambah kemampuan untuk menahan diri
untuk tidak berbicara. Bicara yang baik-baik atau diam. Dalam sebuah hadist
yang diriwayatkan at-Tirmidzi (Jawas,
2016: 551) dikatakan bahwa lisan ini akan membawa orang ke surga atau ke
neraka.
Hal paling
penting diperhatikan dalam membangun keterampilan berbahasa adalah menanamkan
sikap menghargai orang lain. Ini bermakna setiap komunikasi harus dilandasi
sikap ingin menjaga hak dan kehormatan lawan bicara. Ini harus ditanamkan sejak
mereka kecil, sejak awal belajar berkomunikasi.
Secara
garis besar, ada dua hal yang harus diperhatikan pada saat guru berbahasa,
yaitu: (1) masalah penggunaan bahasanya sendiri, dan (2) cara berbahasanya.
Masalah penggunaan bahasanya sendiri
merujuk pada kalimat-kalimat yang diucapkan guru harus kalimat yang mudah
dipahami, tidak berbelit-belit. Masalah cara
berbahasa berkenaan dengan cara dan sikap pada saat berkomunikasi. Tunjukan
sikap yang baik pada saat guru berbicara kepada siswa. Tunjukan sikap baik,
sabar, dan menahan diri pada mendengarkan siswa. Tunjukan pula sikap tidak
mudah tersinggung oleh kata-kata siswa.
Guru harus
berusaha menunjukkan sikap penuh perhatian ketika siswanya berbicara walaupun
isi pembicaraannya tidak penting. Harus disadari bahwa anak itu ingin berbicara
kepada gurunya bukan karena ada hal penting yang ingin disampaikan. Sebenarnya,
mereka hanya ingin didengar dan diperhatikan. Oleh karena itu, beri perhatian
dan penghargaan yang cukup, secara bertahap dan sabar diarahkan pada cara
berkomunikasi yang efektif.
(Insya Allah bersambung)
No comments:
Post a Comment