Sunday, June 7, 2020

4. GURU SEBAGAI MODEL BERBAHASA BAGI SISWANYA


Oleh:  Dr. Asep Nurjamin

Para ahli teori belajar sosial berpendapat bahwa sebuah ketrampilan itu diperoleh melalui proses meniru, modeling. Pada istilah “meniru” itu tersirat makna adanya yang meniru dan yang ditiru. Yang ditiru inilah yang dijadikan model atau contoh. Hal yang patut ditiru sering disebut “teladan”. Bagi orang Islam, sebaik-baik teladan adalah Rasulullah sholallahu alaihi wassalam, termasuk teladan dam menggunakan bahasa.
              Kemampuan guru dalam berbahasa harus kuat dan berkesan bagi siswanya. Para siswa dapat dengan mudah dapat meneladani gurunya dalam berbahasa. Dari gurunya, siswa bukan hanya mengenal dan tahu cara berbahasa yang efektif. Lebih dari itu, mereka akan menjadikan guru teladan dalam berbicara yang efektif dengan memperhatikan sopan santun.
              Sebenarnya, berbahasa itu tidak semata-mata berkenaan dengan struktur, tatabahasa, dan kosakata. Lebih dari itu, berbahasa itu adalah bersikap. Dalam agama Islam berbahasa itu termasuk bagian dari akhlaq. Baik buruknya akhlaq seseorang bisa diukur caranya berbahasa. Salah satu hal yang istimewa dalam Islam adalah keterampilan berbahasa itu tidak senantiasa ditandai dengan kemampuan berbicara melainkan kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak berbicara. Dikatakan, bahwa manusia harus berbicara atau berkata yang baik-baik. Bila tidak, lebih baik diam.
Mudahkah menahan diri untuk tidak berbicara? Tidak. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang terlatih. Dengan demikian, guru harus pula melatih kemampuan berbicara yang baik-baik dan bermanfaat ditambah kemampuan untuk menahan diri untuk tidak berbicara. Bicara yang baik-baik atau diam. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan at-Tirmidzi  (Jawas, 2016: 551) dikatakan bahwa lisan ini akan membawa orang ke surga atau ke neraka.
Hal paling penting diperhatikan dalam membangun keterampilan berbahasa adalah menanamkan sikap menghargai orang lain. Ini bermakna setiap komunikasi harus dilandasi sikap ingin menjaga hak dan kehormatan lawan bicara. Ini harus ditanamkan sejak mereka kecil, sejak awal belajar berkomunikasi.
Secara garis besar, ada dua hal yang harus diperhatikan pada saat guru berbahasa, yaitu: (1) masalah penggunaan bahasanya sendiri, dan (2) cara berbahasanya.
Masalah penggunaan bahasanya sendiri merujuk pada kalimat-kalimat yang diucapkan guru harus kalimat yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit. Masalah cara berbahasa berkenaan dengan cara dan sikap pada saat berkomunikasi. Tunjukan sikap yang baik pada saat guru berbicara kepada siswa. Tunjukan sikap baik, sabar, dan menahan diri pada mendengarkan siswa. Tunjukan pula sikap tidak mudah tersinggung oleh kata-kata siswa.
Guru harus berusaha menunjukkan sikap penuh perhatian ketika siswanya berbicara walaupun isi pembicaraannya tidak penting. Harus disadari bahwa anak itu ingin berbicara kepada gurunya bukan karena ada hal penting yang ingin disampaikan. Sebenarnya, mereka hanya ingin didengar dan diperhatikan. Oleh karena itu, beri perhatian dan penghargaan yang cukup, secara bertahap dan sabar diarahkan pada cara berkomunikasi yang efektif.
(Insya Allah bersambung)

No comments:

SALAH TULIS

Hermawan Aksan wartawan Tribun Jabar KITA biasa menyebutnya typo, dari istilah typographical error. Maknanya, kesalahan ketik atau salah ket...