Hermawan Aksan wartawan Tribun Jabar
KITA biasa menyebutnya typo, dari istilah typographical error. Maknanya, kesalahan ketik atau salah ketik. Padahal, kalau kita merujuk pada KBBI, mestinya kesalahan tik atau salah tik, sebagaimana yang betul mesin tik, bukan mesin ketik. Tapi okelah, kadang bentuk yang baku kalah populer dibandingkan dengan bentuk yang tidak baku.
Karena itu, saya akan memakai istilah lain tapi dengan maksud sama: salah tulis.
Di era serbadigital ini, salah tulis dapat dengan mudah diperbaiki. Proses penyuntingan naskah dengan komputer, misalnya, jauh lebih mudah dibanding dengan 20-30 tahun lalu. Namun, jangan pernah meremehkan salah tulis meskipun satu huruf atau satu tanda baca. Kami di Tribun Jabar pernah dibuat malu karena salah tulis oleh wartawan dan kekurangjelian seorang redaktur. Wartawan bermaksud menulis kata kontrol tapi kurang satu huruf saja: r.
Sejarah mencatat salah tulis yang sangat terkenal, yakni ketika pada tahun 1631 diterbitkan Bibel, yang kemudian disebut sebagai Wicked Bible, yang menuliskan perintah ketujuh dari sepuluh perintah dengan kalimat Thou shalt commit adultery. Entah kenapa kata not-nya tidak tertulis. Jadi, malah berarti anjuran untuk berzina. Pihak Gereja Anglikan kemudian memerintahkan agar kitab itu dibakar dan pencetaknya, Robert Baker, didenda 300 pounds (jumlah yang sangat besar saat itu). Baker meninggal di penjara 14 tahun kemudian.
Salah tulis juga bisa membuat seseorang kehilangan nyawa. Tidak percaya? Peristiwa itu justru terjadi belum lama. Tepatnya pada 2013, seorang bocah berusia 18 bulan di New South Wales, Australia, harus mengembuskan napas terakhir gara-gara salah tulis yang dilakukan operator yang menerima panggilan darurat. Ia seharusnya mengirim ambulans pada pukul 09.14, tetapi malah menuliskan pukul 19.14. Setelah lama menunggu ambulans yang tidak kunjung datang, orang tua si bocah kemudian sekali lagi menghubungi 911, tapi sudah terlambat. Si bocah kecil terburu meninggal dunia. Kasus itu memaksa kementerian kesehatan Australiameminta maaf secara resmi dan terjadi reformasi besar-besaran pada sistem tanggap darurat di Australia.
Pada 2009, Companies House, lembaga pemerintah Inggris yang mencatat segala informasi transaksi keuangan berbagai perusahaan, mengeluarkan laporan bahwa Taylor & Sons, perusahaan engineering yang sudah berusia 124 tahun, bangkrut. Akibat laporan itu, seketika para pelanggan membatalkan pesanan dan para pemasok pun menghentikan pengiriman bahan. Masalah menjadi makin rumit karena saat itu direktur perusahaan sedang berlibur ke luar negeri, yang membuat para klien dan rekanan berasumsi sang pemilik perusahaan lari ke luar negeri. Perusahaan Taylor & Sons kemudian benar-benar bangkrut dan merumahkan sekitar 250 orang karyawannya. Padahal, perusahaan ini hanya korban salah tulis yang dilakukan karyawan Companies House. Perusahaan yang benar-benar bangkrut adalah Taylor & Son dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan perusahaan Taylor & Sons. Masalah ini kemudian dibawa ke pengadilan dan Companies House harus membayar ganti rugi 8,8 juta pounds.
Pada 1872, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang tentang pembebasan tarif bea masuk bagi "fruit plants", tetapi juru tulisnya melakukan kesalahan dengan menulis "fruit, plants". Hanya berbeda satu koma, tetapi artinya jauh berbeda. Jika pada kalimat pertama pembebasan tarif berlaku pada "pohon buah-buahan", pada kalimat kedua artinya "buah-buahan, pohon". Importir buah-buahan segera menyadari kesalahan ini dan menolak membayar pajak. Kasus ini kemudian dibawa ke sidang pengadilan dan pemerintah Amerika Serikat diputuskan harus mengembalikan bea pajak para importir tersebut sebanyak 2 juta dolar. Dua tahun kemudian, dikeluarkan undang-undang yang baru hanya untuk menghilangkan "koma" tersebut.
Saya hanya hendak mengingatkan, biasakanlah melakukan swasunting terhadap tulisan-tulisan kita. Meremehkan tanda baca meski hanya satu koma ternyata bisa berakibat fatal. []
Ket: Tulisan disunting dari laman Face Book Nulis Aja Dulu
No comments:
Post a Comment