oleh: Asep Nurjamin
Telah
dibicarakan pada bagian sebelumnya bahwa guru perlu menguasai keterampilan
berbahasa karena tiga alasan. Pertama, karena guru akan menggunakan bahasa
sebagai pengantar dalam pembelajaran. Kedua, karena bahasa Indonesia merupakan
salah satu matapelajaran yang harus dikuasai siswa. Ketiga, karena guru akan
dijadikan model atau contoh berbahasa oleh para siswanya.
Dalam menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar, guru harus memperhatikan masalah tempo, pelafalan,
serta panjang pendeknya kalimat. Masalah “tempo” dan “pelafalan” telah
dibicarakan pula pada bagian sebelum ini. Selanjutnya, kita akan membahas
tentang “pentingnya memperhatikan ‘panjang pendeknya’ kalimat” dalam
menggunakan bahasa.
“Panjang pendeknya kalimat” akan berpengaruh terhadap mudah atau sulit dipahaminya tuturan guru.
Banyaknya hal yang harus disampaikan sering mendorong guru untuk membuat
kalimat yang terlalau panjang. Kalimat seperti ini sangat sulit dipahami.
Hendaknya guru sadar bahwa ada keterbatasan siswa dalam memahami kalimat yang
diucapkan guru.
Pada saat menjelaskan, menerangkan, memberi contoh, dan menunjukkan guru
menyadari sepenuhnya bahwa dia tidak sedang berada dalam pembicaraan satu arah.
Siswa harus diperhitungkan sebagai lawan bicara. Dia harus memusatkan perhatian
kepada kita. Lebih dari itu, siswa pun berusaha mencerna, memikirkan, dan
memaknai maksud dari setiap kalimat yang kita ucapkan.
Kalimat yang panjang akan membuat siswa kesulitan. Dia harus mendengar
dan menangkap secara utuh setiap kalimat yang diucapkan guru. Tidak boleh ada
kalimat yang luput. Tidak boleh ada kalimat yang terabaikan. Apabila tidak,
niscaya siswa akan kehilangan ide penting dari materi yang disampaikan guru.
Oleh karena itu, guru harus membantunya dengan memilih kalimat yang pendek,
yang berisi satu gagasan.
Panjang pendeknya kalimat ditentukan dengan jumlah kata. Semakin banyak
kata yang diucapkan maka semakin panjang kalimat. Demikian pula sebaliknya.
Semakin sedikit kata-kata, maka semakin pendek kalimat.
Cara yang paling mudah untuk menentukannya adalah dengan melatih diri
berbicara menggunakan satu pola kalimat. Guru harus memperhatikan setiap
kalimatnya. Lebih dari itu, setiap istilah dalam kalimatnya harus diperhatikan
tingkat keterpahamannya. Dalam satu kalimat pendek saja, ada beberapa kata yang
harus mendapat penjelasan guru. Jika guru tidak pandai dan berhati-hati, maka
penjelasannya itu malah tidak “menjelaskan”. Yang terjadi, penjelasan guru
malah membingungkan. Pokok yang dijelaskan malah semakin tidak terpahami.
Sebagai contoh, perhatikan kalimat ini!
“Hari ini kita akan berlatih membuat kalimat tanya.”
Dalam kalimat ini ada beberapa kata yang perlu dipikirkan dan dipahami
siswa. Pertama, kata “kita”. Kedua, kata “berlatih”. Ketiga, kata “membuat”.
Keempat, kata “kalimat tanya.” Keempat kata ini merupakan “kata kunci”. Siswa
yang tidak memahami maksud dari keempat kata kunci tersebut, niscaya dia tidak
akan dapat memahami kalimat tersebut. Itu untuk sebuah kalimat yang hanya
terdiri atas delapat kata. Bayangkan, apabila kalimatnya di atas sepuluh kata!
Dalam kenyataannya, guru sering dengan mudah menghamburkan kata-kata
tanpa sedikit pun menghiraukan, “apakah siswanya paham setiap kalimat yang
diucapkannya?” Jangan-jangan guru tidak peduli terhadap pemahaman siswa. Belum
lagi apabila kalimat yang diucapkannya itu memuat nilai perasaan tertentu, seperti merendahkan
siswa, memojokkan siswa, mengandung kemarahan, bernada sinis, serta perasaan
lain yang negatif.
Dari pembicaraan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran, guru harus
menggunakan kalimat pendek yang terukur. Tujuannya agar mudah dipahami siswa.
Guru juga harus memperhatikan bahwa dalam setiap kalimat yang diucapkannya ada
beberapa kata yang menjadi kata kunci. Paham atau tidaknya terhadap maksud dan
makna dari kata kunci tersebut akan menentukan terpahami atau tidaknya kalimat
yang diucapkan.
(insya Allah bersambung)