Sunday, May 10, 2020

PENTINGKAH GURU TERAMPIL BERBAHASA? (Bagian II)

oleh: Asep Nurjamin



Telah dibicarakan pada bagian sebelumnya bahwa guru perlu menguasai keterampilan berbahasa karena tiga alasan. Pertama, karena guru akan menggunakan bahasa sebagai pengantar dalam pembelajaran. Kedua, karena bahasa Indonesia merupakan salah satu matapelajaran yang harus dikuasai siswa. Ketiga, karena guru akan dijadikan model atau contoh berbahasa oleh para siswanya.
              Dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, guru harus memperhatikan masalah tempo, pelafalan, serta panjang pendeknya kalimat. Masalah “tempo” dan “pelafalan” telah dibicarakan pula pada bagian sebelum ini. Selanjutnya, kita akan membahas tentang “pentingnya memperhatikan ‘panjang pendeknya’ kalimat” dalam menggunakan bahasa. 
“Panjang pendeknya kalimat” akan berpengaruh terhadap mudah atau sulit dipahaminya tuturan guru. Banyaknya hal yang harus disampaikan sering mendorong guru untuk membuat kalimat yang terlalau panjang. Kalimat seperti ini sangat sulit dipahami. Hendaknya guru sadar bahwa ada keterbatasan siswa dalam memahami kalimat yang diucapkan guru.
Pada saat menjelaskan, menerangkan, memberi contoh, dan menunjukkan guru menyadari sepenuhnya bahwa dia tidak sedang berada dalam pembicaraan satu arah. Siswa harus diperhitungkan sebagai lawan bicara. Dia harus memusatkan perhatian kepada kita. Lebih dari itu, siswa pun berusaha mencerna, memikirkan, dan memaknai maksud dari setiap kalimat yang kita ucapkan.
Kalimat yang panjang akan membuat siswa kesulitan. Dia harus mendengar dan menangkap secara utuh setiap kalimat yang diucapkan guru. Tidak boleh ada kalimat yang luput. Tidak boleh ada kalimat yang terabaikan. Apabila tidak, niscaya siswa akan kehilangan ide penting dari materi yang disampaikan guru. Oleh karena itu, guru harus membantunya dengan memilih kalimat yang pendek, yang berisi satu gagasan.
Panjang pendeknya kalimat ditentukan dengan jumlah kata. Semakin banyak kata yang diucapkan maka semakin panjang kalimat. Demikian pula sebaliknya. Semakin sedikit kata-kata, maka semakin pendek kalimat.
Cara yang paling mudah untuk menentukannya adalah dengan melatih diri berbicara menggunakan satu pola kalimat. Guru harus memperhatikan setiap kalimatnya. Lebih dari itu, setiap istilah dalam kalimatnya harus diperhatikan tingkat keterpahamannya. Dalam satu kalimat pendek saja, ada beberapa kata yang harus mendapat penjelasan guru. Jika guru tidak pandai dan berhati-hati, maka penjelasannya itu malah tidak “menjelaskan”. Yang terjadi, penjelasan guru malah membingungkan. Pokok yang dijelaskan malah semakin tidak terpahami.
Sebagai contoh, perhatikan kalimat ini!
“Hari ini kita akan berlatih membuat kalimat tanya.”

Dalam kalimat ini ada beberapa kata yang perlu dipikirkan dan dipahami siswa. Pertama, kata “kita”. Kedua, kata “berlatih”. Ketiga, kata “membuat”. Keempat, kata “kalimat tanya.” Keempat kata ini merupakan “kata kunci”. Siswa yang tidak memahami maksud dari keempat kata kunci tersebut, niscaya dia tidak akan dapat memahami kalimat tersebut. Itu untuk sebuah kalimat yang hanya terdiri atas delapat kata. Bayangkan, apabila kalimatnya di atas sepuluh kata!
Dalam kenyataannya, guru sering dengan mudah menghamburkan kata-kata tanpa sedikit pun menghiraukan, “apakah siswanya paham setiap kalimat yang diucapkannya?” Jangan-jangan guru tidak peduli terhadap pemahaman siswa. Belum lagi apabila kalimat yang diucapkannya itu memuat  nilai perasaan tertentu, seperti merendahkan siswa, memojokkan siswa, mengandung kemarahan, bernada sinis, serta perasaan lain yang negatif.

Dari pembicaraan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran, guru harus menggunakan kalimat pendek yang terukur. Tujuannya agar mudah dipahami siswa. Guru juga harus memperhatikan bahwa dalam setiap kalimat yang diucapkannya ada beberapa kata yang menjadi kata kunci. Paham atau tidaknya terhadap maksud dan makna dari kata kunci tersebut akan menentukan terpahami atau tidaknya kalimat yang diucapkan.

 (insya Allah bersambung)

No comments:

SALAH TULIS

Hermawan Aksan wartawan Tribun Jabar KITA biasa menyebutnya typo, dari istilah typographical error. Maknanya, kesalahan ketik atau salah ket...