Friday, May 15, 2020

(2) BAGAIMANA MANUSIA MEMAHAMI UJARAN



Dr. Asep Nurjamin

Pada pertemuan sebelumnya telah dikemukakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pemahaman kita terhadap ujaran, yaitu: (1) pengetahuan dunia, (2) strategi sintaktik, serta (3) strategi semantik (Darjowijoyo, 2003:67). Ketiga kemampuan inilah yang akan mempengaruhi keterpahaman sebuah teks.

Pada dasarnya, setiap manusia telah memiliki ketiga kemampuan tersebut. Akan tetapi, keluasan dan kedalamannya berbeda-beda pada setiap orang sehingga pemahaman setiap orang terhadap sebuah teks tidak akan sama. Teks atau kalimat yang berada dalam jangkauan ketiga kemampuan tersebut akan bisa dipahami dengan mudah. Sebaliknya, teks yang berada di luar jangkauannya akan relatif sulit dipahami.

Selanjutnya, ketiga faktor ini akan dibicarakan satu persatu.

Pengetahuan dunia. Istilah ini sebenarnya dapat diganti dengan istilah ‘pengalaman” yang merujuk pada apa yang telah diketahui pada masa lalu. Hal-hal yang telah kita ketahui pada masa lalu menjadi modal untuk memahami sebuah ujaran. Pengalaman ini tiada lain pengetahuan tentang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kegiatan masyarakat. Semakin banyak yang kita ketahui semakin banyak pengalaman yang pada akhirnya akan mempermudah pemahaman terhadap ujaran. Walaupun demikian, perlu disadari bahwa tidak setiap yang kita alami akan menjadi pengetahuan dan pengalaman kita. Segala sesuatu yang kita alami baru akan menjadi pengetahuan yang membantu kita dalam memahami ujaran, apabila kita memberi makna terhadap apa yang kita alami itu.

Pengalaman yang tidak diberi makna hanya akan lewat begitu saja, tidak akan menjadi milik kita dan memperkaya wawasan kita. Oleh karena itu, luas atau tidaknya wawasan seseorang atau pengetahuan tentang dunia yang dimiliki seseorang tidak identik dengan tinggi rendahnya usia seseorang. Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa pengetahuan tentang dunia itu sama perannya dengan pengetahuan siap. Pengetahuan siap itu sendiri dibangun melalui pengalaman yang diberi makna. Oleh karena itu, pemaknaan terhadap apa yang dialami akan menentukan bertambah atau tidaknya pengetahuan siap seseorang.

Pengetahuan tentang dunia tersebut di atas secara sederhana dapat diartikan pula sebagai pengetahuan tentang budaya dalam masyarakat tertentu. Dalam memahami teks sastra pengetahuan seperti ini disebut Teeuw (1988) sebagai kode budaya. Tentu saja, setiap bahasa memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Oleh karena itu, latar belakang budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan latar belakang budaya masyarakat lainnya. Setiap masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Dengan demikian, pengetahuan dunia yang dimiliki oleh seorang penutur bahasa Indonesia tidaklah cukup untuk dijadikan pengetahuan siap dalam memahami ujaran dalam bahasa Arab, misalnya.

Strategi sintaktik. Strategi ini merupakan kemampuan dari segi struktur kebahasaan yakni pengetahuan mengenai kebiasaan-kebiasaan dalam kalimat bahasa Indonesia. Jika ada seseorang yang mengatakan “Saya akan pergi ke …”. Dalam pikiran kita muncul bayangan tentang nama tempat. Hal ini terjadi karena begitulah kebiasaan dalam bahasa Indonesia. Kata depan “ke” biasanya diikuti dengan nama tempat. Demikian pula halnya dengan contoh kalimat “Orang itu pergi dengan wajah       ”. Bagian yang kosong dalam kalimat seperti itu biasanya diisi dengan kata sifat, seperti “sedih”, “kecewa”, “duka”, dan yang sejenisnya. Apabila kitak menemukan kata yang tertulis “lamu” dalam kalimat “Setibanya di ruangan, dengan segera ia menyalakan lamu”. Secara otomatis kita dapat menebak bahwa telah terjadi salah tulis. Kata itu seharusnya tertulis “lampu” bukan “lamu”.

Strategi semantik. Pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai aspek makna dalam struktur kalimat akan sangat membantu memahami ujaran. Perhatikanlah kalimat ini!

“Dalam sekejap Rani dan Rina berlalu dari hadapanku. Keduanya seperti menyisakan kehampaan dalam ruang batinku”.

Perhatikanlah kata “keduanya” pada kalimat yang kedua! Apabila kita tidak melihat kalimat yang pertama niscaya kita tidak dapat memahami “siapa sebenarnya yang dimaksud dengan kata ‘keduanya’“ tersebut. Inilah salah satu contoh penggunaan strategi semantik dalam memahami ujaran.
        
@salam dari Asep Nurjamin di Bumi Guntur Melati


No comments:

SALAH TULIS

Hermawan Aksan wartawan Tribun Jabar KITA biasa menyebutnya typo, dari istilah typographical error. Maknanya, kesalahan ketik atau salah ket...