Dr. Asep Nurjamin
Penyuntingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan menulis. Penyuntingan adalah sebuah proses yang wajib dilalui oleh semua tulisan yang akan dipublikasikan atau sekadar dibaca oleh orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan yang belum melalui proses penyuntingan adalah tulisan yang belum layak dilepas untuk dibaca orang.
Mengenai pentingnya penyuntingan itu dikatakan Murray & Moore (2006: 37) “We argue that this is an essential phase of the academic writing process”. Istilah essential di sini menunjukkan bahwa penyuntingan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan menulis. Artinya, sebuah tulisan masih akan dianggap sebagai tulisan yang masih kasar dan penuh kekurangan apabila belum melalui proses penyuntingan.
Penyuntingan itu merupakan sebuah proses yang harus dilakukan setelah kegiatan menulis selesai. Di dalam kegiatan penyuntingan, penulis sudah tak lagi menuliskan gagasan-gagasannya. Tahap mngeluarkan ide-ide sudah selesai. Penulis cenderung berada dalam keadaan berhenti menulis, lebih banyak merenungkan isi tulisan, tidak memihak, dan merasa tidak terlibat. Dikatakan Murray dan Moore bahwa penulis ada dalam suasana (…) less active, more reflective, objective, detached mode (2006: 37).
Merujuk pada pendapat Fulwiler (2002: 167-177) dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuntingan itu sebenarnya merupakan kegiatan yang ketiga. Urutannya adalah: (1) menulis, (2) merevisi, dan (3) menyunting.
Untuk memahami ketiga tahapan tersebut, selanjutnya ketiga tahapan tersebut akan dibahas satu-persatu di bawah ini.
1. Tahap Menulis
Tahap pertama adalah tahap menulis. Pada tahapan ini penulis lebih disarankan untuk menuliskan semua gagasan yang muncul dalam pikiran dan perasaannya. Penulis tidak disarankan untuk melakukan revisi dan penyuntingan. Penulis harus fokus pada pengeluaran gagasan tanpa memikirkan benar salahnya penulisan, tingkat keterpahaman isinya oleh pembaca, bahkan sampai panjang pendeknya tulisan. Yang dipikirkannya adalah mengeluarkan semua gagasan yang berhubungan topik yang sedang ditulisnya.
Salah satu kesulitan yang sering dihadapi penulis adalah karena melakukan revisi dan penyuntingan pada tahapan pertama ini. Masalah inilah yang sering menghambat proses pengeluaran gagasan sehingga penulisan jadi tersendat bahkan tidak tulisan tidak terselesaikan. Pengeluaran gagasan jadi tidak mengalir. Inilah salah satu penyebab kebuntuan dalam menulis.
Pada tahapan ini, tulislah semua gagasan yang muncul walaupun itu remang-remang, tidak jelas. Cobalah dirumuskan dalam sebuah kalimat. Apabila tidak segera dituliskan, maka gagasan-gagasan itu akan dengan segera hilang dari ingatan kita. Jadi, tulislah apa pun itu. Apabila nanti ternyata bahwa itu tidak relevan dengan topik, kurang nyambung, sulit dipahami, terlalu padat, bahkan terasa bertele-tele dan lebay. Itu persoalan mudah. Hapus saja. Selesai perkara.
Kata seorang penulis terkenal, “Menulis itu gampang. Tulislah semua yang terpikirkan. Lalu, coretlah bagian yang tidak sesuai atau berlebih. Coretlah!”. Tuh, kan. Gampang, ya!
2. Tahap Merevisi
Merevisi tulisan adalah kegiatan memperbaiki dan menyempurnakan tulisan yang dilakukan sendiri oleh penulisnya. Yang menjadi prioritas dalam merevisi adalah membebaskan tulisan dari kesalahan-kesalahan yang mendasar seperti kesalahan ejaan, salah tulis, tanda baca, penggunaan huruf, dan sebagainya.
Kegiatan merevisi tulisan sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan menulis. Merevisi tulisan adalah salah tahapan penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas tulisan kita. Kita tahu bahwa pada tahap penulisan, gagasan kita masih mentah. Kalimat-kalimatnya belum tertata dengan baik. Bahkan mungkin pilihan katanya pun masih seadanya.
Di samping itu, kalimat-kalimat belum terkelompokan dalam sebuah paragraf yang memenuhi syarat. Bisa juga, kalimat utama dalam paragraf-paragrafnya masih bertumpah tindih. Ada juga paragraf yang terlalu syarat dari segi isi atau jumlah kalimat. Paragraf yang demikian mungkin bisa dipecah jadi dua atau tiga paragraf.
Kemampuan seorang penulis dalam merevisi tulisannya sendiri adalah modal dasar seorang penulis. Semua penerbit mayor hanya akan menerima naskah yang dari segi isinya layak dibaca dan punya peluang dibeli orang dan terbebas dari kesalahan-kesalahan yang mendasar dalam tulisan. Para penerbit, walaupun memiliki tenaga ahli penyuntingan, mereka hanya akan menerima naskah yang tidak tidak memiliki kekurangan.
Kegiatan utama yang dilakukan seorang penulis pada tahapan revisi mini adalah (1) membaca ulang, (2) memeriksa dan meninjau ulang, serta (3) merevisi. Pada tahapan ketiga inilah penulis melakukan perbaikan.
Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahapan revisi ini, mari kita cermati pernyataan Fulwiler 2002: 167) berikut ini! Menurutnya, pada tahapan revisi ini penulis melakukan pekerjaan konseptual berupa kegiatan:
1) membaca kembali seluruh tulisan dengan teliti dan hati-hati,
2) memikirkannya kembali, serta
3) merumuskan kembali agar setiap kalimat dapat secara tepat mewakili ide yang akan disampaikan.
Pada tahapan revisi ini penulis juga berusaha untuk memeriksa kembali:
1) pendekatannya,
2) topik pembahasan,
3) argumen-argumen,
4) fakta-fakta,
5) susunannya,
6) kesimpulannya, serta
7) mencoba melakukan perubahan
3. Tahap Menyunting
Untuk membedakan tahapan revisi dengan menyunting, perhatikan pendapat Fulwiler, (2002: 167) berikut ini! Revising differs from editing. Revision is conceptual work, where I reread, rethink, and reconstruct my thoughts on paper until they match those in my mind. Revising is reseeing my approach,topic,argument,evidence, organization, and conclusion, and experimenting with change.
Kegiatan penyuntingan yang sesungguhnya adalah penyuntingan yang dilakukan oleh seorang yang profesional. Mereka adalah orang yang secara khusus ditunjuk oleh penerbit karena dianggap memiliki keahlian dan pengalaman dalam menyunting. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan menyunting ini sebenarnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari sebuah usaha penerbitan. Oleh karena itu, setiap penerbit mayor memiliki ahli penyuntingan.
Sejalan dengan semakin banyaknya penerbit-penerbit indie, akhir-akhir ini, banyak ditemukan tulisan yang tidak melalui proses penyuntingan yang dilakukan oleh orang lain yang dianggap memiliki keahlian dalam menyunting. Akan tetapi, kita mesti yakin bahwa tulisan itu sebenarnya telah melalui proses revisi yang cermat oleh penulisnya sendiri. Salah satu alasan dilewatkannya kegiatan penyuntingan adalah karena adanya masalah biaya. Biasanya, penulis yang menerbitkan sendiri bukunya tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar jasa penyunting.
Tentu saja buku yang dilahirkan tanpa melalui proses penyuntingan oleh ahli ini dari segi kualitasnya lebih rendah daripada buku-buku yang melalui proses penyuntingan. Buku-buku seperti ini dengan mudah dapat kita temukan. Walaupun demikian, terbitnya buku-buku tersebut sebenarnya telah meningkatkan rasio jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia. Hal ini dianggap menguntungkan karena jumlah buku yang diterbitkan setiap tahun oleh sebuah negara, dianggap sebagai indikasi kemajuan sebuah bangsa.
Apa tugas utama seorang penyunting?
Menurut Fulwiler, (2002: 167) tugas utama seorang penyunting adalah menggayakan tulisan, membuat kalimat lebih mudah dipahami, dan lebih menarik. Penyunting berusaha memahami apa yang maksud oleh sebuah kalimat. Setelah itu dia akan berusaha menimbang setiap kata, frasa, klausa, atau kalimat untuk melihat seberapa penting bagian itu, menimbang ketepatannya dalam menyampaikan maksud, serta kesesuannya dengan tata bahasa.
Tahapan terakhir dari kegiatan penyuntingan adalah proofreading. Proofreading adalah kegiatan memeriksa naskah yang sudah dicetak dalam bentuk cetakan percobaan. Naskah yang sudah sampai pada tahapan ini biasanya dianggap telah memenuhi syarat untuk diperbanyak. Akan tetapi, untuk meyakinkan bahwa pada naskah tersebut sudah benar-benar terbebas dari kesalahan dan kekurangan, maka dilakukanlah pemeriksaan terkahir. Biasanya yang dilakukan adalah memeriksa ketepatan ejaan, penggunaan tanda baca, penggunaan huruf besar dan huruf kecil, serta hal lain yang dianggap perlu.
3. Penutup
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penyuntingan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kegitan merevisi dan kegiatan penyuntingannya itu sendiri. Kegiatan merevisi tulisan merupakan keterampilan yang melengkapi keterampilan menulis seorang penulis. Setiap penulis wajib memiliki kemampuan merevisi tulisannya.
Pada pihak lain, kegiatan menyunting adalah kegiatan yang biasanya dilakukan oleh orang yang sudah ahli, berpengalaman, dan berprofesi sebagai penyunting. Mereka adalah orang yang dibayar untuk menyunting.
Rujukan