TIGA
JENIS KARYA SASTRA: PROSA, PUISI, DAN DRAMA
Oleh: Dr. Asep Nurjamin
Dari segi bentuknya karya
sastra dapat dibedakan menjadi tiga, karya sastra berbentuk prosa, karya sastra
berbentuk puisi, serta karya sastra yang berbentuk drama. Ketiga bentuk karya
sastra tersebut memiliki ciri-ciri yang relatif mudah untuk dibedakan. Salah
satu perbedaan yang sangat mencolok dan mudah diidentifikasi adalah ciri fisik
penulisannya. Prosa biasanya ditulis dalam bentuk paragraf-paragraf, puisi
ditulis dalam bentuk larik dan bait, sedangkan drama ditulis dalam bentuk
dialog.
Karya sastra
berbentuk prosa. Sastra jenis ini berisi cerita. Di dalamnya pengarang
menceritakan satu atau beberapa peristiwa yang dialami seorang tokoh. Tokoh dan
peristiwa diceritakan itu merupakan tokoh khayalan dan peristiwa yang
diceritakannya pun merupakan peristiwa khayalan. Banyak atau sedikitnya
peristiwa yang diceritakan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita. Semakin
banyak peristiwa yang diceritakan akan semakin panjang cerita. Sebaliknya, semakin
sedikit peristiwa yang diceritakan akan semakin pendek cerita. Dengan demikian,
panjang pendeknya cerita dipengaruhi oleh sedikit atau banyaknya peristiwa yang
dikisahkan.
Sedikitnya peristiwa yang
dikisahkan akan berpengaruh pula terhadap jumlah tokoh yang diceritakan. Dalam
hal ini berlaku pula pula hukum, semakin banyak tokoh yang diceritakan akan
semakin panjang cerita. Sebaliknya, semakin sedikit tokoh yang diceritakan akan
semakin pendek cerita. Walaupun demikian, dalam cerita yang panjang maupun yang
pendek masih akan dapat diidentifikasi tokoh yang paling banyak diceritakan.
Tokoh inilah yang sering disebut sebagai tokoh utama cerita.
Berdasarkan jumlah peristiwa dan jumlah tokohnya tersebut
kita mengenal cerita pendek, cerita sedang, dan cerita panjang. Istilah “cerita
sedang” lebih sering dikenal dengan
sebutan “novelet”, sedangkan istilah “cerita panjang” lebih dikenal dengan
sebutan “novel”. Dari pembahasan ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa
perbedaan di antara ketiga jenis prosa tersebut, yaitu cerpen, novelet, dan
novel adalah dalam panjang pendek cerita. Ingatlah bahwa cerita itu disampaikan
pengarang melalui kata-kata. Semakin banyak peristiwa yang diceritakan, semakin
banyak tokoh yang diceritakan maka akan semakin banyak kata-kata yang ditulis
pengarangnya.
Karya sastra
berbentuk puisi. Puisi adalah karangan yang biasanya ditulis dalam bentuk
bait. Di dalamnya penyair mengungkapkan perasaannya. Banyak penyair yang
menuliskan ungkapan perasaannya dengan bahasa yang tidak mudah dipahami
pembacanya. Masalah ini muncul karena penyairnya menggunakan kalimat yang tidak
lazim, berbeda dengan dengan kalimat yang dipergunakan dalam prosa atau dalam
komunikasi biasa dalam kehidupan sehari-hari. Banyak susunan kata dalam puisi
yang dengan sengaja disamarkan maksudnya oleh penyairnya. Lebih dari itu,
banyak penyair yang dengan sengaja menyembunyikan maksudnya.
Melalui puisi, penyair berharap agar dalam diri
pembacanya muncul rasa keindahan yang ditemukannya sendiri. Isi puisi hanya
mengarahkan pembacanya munculnya bayangan tertentu. Penyair ingin pembacanya
merasakan keindahan seperti yang dia bayangkan. Akan tetapi, penyair
menggunakan susuna kata yang cenderung tidak biasa. Untuk memahaminya, pembaca
perlu memikirkan, membayangkan, dan merasakannya. Hal ini terjadi karena
penyair menggunakan susunan kata yang menimbulkan imajinasi dan perasaan
tertentu pada diri pembacanya.
Kata-kata yang sering kita pergunakan dalam komunikasi
sehari-hari, dalam puisi digabungkan dengan kata lain dalam susunan yang tidak
biasa sehingga menimbulkan makna baru yang unik. Dalam puisi, penyair banyak
sekali menggunakan gaya bahasa perbandingan atau metafor. Alam dibandingkan
dengan manusia atau diperlakukan sebagai manusia. Demikian juga sebaliknya.
Manusia sering diibaratkan memiliki sifat alam. Dengan demikian, pembaca akan
menemukan puisi yang mudah dipahami, puisi yang sulit dipahami, hingga puisi
yang tidak dapat dipahami.
Bacalah puisi di bawah ini!
Kabut Turun Di Hutan Kamojang
Karya: Asep
Nurjamin
Kabut turun
perlahan di pelataran hutan Kamojang,
membelit
pinggang pohonan,
melepas pakaian
kehangatan,
menawarkan
dingin yang sepi bersama angin yang terus merajuk minta bertemu.
Kabut yang
jernih dan ramah datang diam-diam,
sebagian
mengendap melahirkan titik air yang jatuh perlahan di ujung daun yang runduk,
pada cemara yang tegak,
kabut berbisik
sepoi berdesis lirih,
Serupa alam
yang berbicara pada dirinya sendiri.
Tak ada
kata-kata,
sebaris sajak
pun tidak,
sebab semuanya
hanya bergejolak pada rongga dada,
isyarat dari
jutaan makna yang tak menemukan kata yang tepat.
Adalah kabut
tipis yang tersisa pada penghujung senja,
adalah dingin
dan lengang yang telah mengikat kuat perasaan kita berdua,
kerinduan adalah
lumut menahun di tubuh pohon,
ikhlas pada
jerit serangga senja,
sabar dan setia
pada kebisuan abadi yang lekat pada pokok kayu di hutan Kamojang
Ke lembah
hingga ke relung hati,
berjalan
perlahan,
serupa kayu meminta api.
Karya sastra
berbentuk drama. Drama adalah karangan berbentuk cerita. Akan tetapi ada
perbedaan cara bercerita dengan prosa. Dalam drama, pengarang tidak bercerita
secara naratif. Dalam drama, cerita akan ditemukan pembaca dari dialog atau
percakapan di antara tokoh-tokohnya. Kalau dalam prosa, pengarang akan memulai
cerita dengan kalimat, “Pada suatu hari dan seterusnya…”, dalam drama tidak
akan ditemukan narasi seperti itu. Dalam drama akan muncul dua orang atu lebih
lalu berdialog.
Ada dua bentuk drama yang kita kenal, yaitu drama dalam
bentuk naskah dan drama dalam bentuk pertunjukan. Walaupun demikian, drama
pertunjukan juga sebenarnya berasal dari naskah drama yang dipentaskan. Dalam
hal ini kita bisa membedakan drama dari prosa. Naskah drama itu dibuat untuk
dipertunjukkan sedangkan sedangkan prosa itu dibuat untuk dibaca. Jadi, drama
dinikmati dalam bentuk tontonan bukan bacaan.
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi, drama
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di samping drama konvensional dalam
pertunjukan panggung, kini drama dipertunjukkan dalam bentuk film dan sinetron.
Tentu dengan nama yang sangat beragam. Kita kenal drama televisi, film layar
perak, dan sejumlah nama lain yang pada hakikatnya masih tetap drama.
Tokoh dalam drama pun mengalami perkembangan yang sangat
pesat pula. Film-film dengan tokoh animasi membuat perubahan yang sangat
signifikan. Bukan hanya manusia yang dijadikan tokoh cerita. Kita temukan ada
film dengan tokoh cartoon, binatang,
sampai pada benda-benda. Hal ini dapat dilakukan karena drama telah
memanfaatkan keunggulan teknologi komunikasi. Tentu saja hal ini sangat
berpengaruh terhadap semakin surutnya minat terhadap drama konvensional. Diciptakannya
televisi telah mengubah gaya hidup orang dalam mencari hiburan.
Guntur Melati 30 Oktober
2018
@salam dari Asep Nurjamin di Bumi Guntur Melati
No comments:
Post a Comment