Dr. Asep Nurjamin
“A
poem says one thing and means another” (Riffaterre, 1978: 1)
Puisi itu bukanlah karya tulis biasa. Puisi bukanlah
sarana berkomunikasi seperti dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita meminta
seseorang membukakan pintu, tidak tepat kalau kita memilih berpuisi. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa puisi itu berbeda dengan bahasa komunikasi
biasa.
Perbedaan yang paling tampak antara puisi dengan
bahasa komunikasi sehari-hari adalah dari segi keterpahamannya. Kalau kita
mengajak teman belajar bersama, tentu kita harus menggunakan kalimat yang mudah
dipahami. Misalnya, “Belajar bersama, yuk!” atau kalimat sejenis yang “mudah
dipahami”. Inilah prinsip komunikasi sehari-hari, kalimat kita harus mudah
dipahami. Untuk itu, pembicara atau penulis harus: (1) menggunakan bahasa yang
sama-sama dipahami. (2) Kalimat yang tidak akan menimbulkan salah tafsir.
Tujuan utama dari komunikasi biasa adalah “keterpahaman”. Kita bicara untuk
dipahami.
Dalam puisi, orang melakukan hal sebaliknya. Puisi
dibuat tidak untuk dipahami. Puisi dibuat untuk dinikmati. Penulisnya hanya
ingin berekspresi. Pesan di dalamnya disampaikan secara tersembunyi terselubung
sehingga tidak dapat dipahami dengan jelas. Keindahan dalam puisi adalah
keindahan yang tersembunyi. Keindahannya baru kita rasakan setelah kita
memikirkan dan merenungkannya. Oleh karena itu, ketika akan membaca puisi
niatkanlah untuk menikmatinya bukan untuk memahaminya.
Keindahan puisi itu sendiri memiliki dua sisi yang
berlawanan atau saling melengkapi. Ada puisi yang diniatkan penulisnya untuk
melahirkan keindahan menurut diri penulisnya sendiri tanpa memperhitungkan
apakah puisinya akan dirasakan pula keindahannya oleh pembacanya. Penulis ini
mengambil prinsip, yang penting saya berekspresi. Silakan temukan sendiri keindahannya.
Ada pula puisi yang diniatkan penulisnya untuk dapat
dinikmati pembacanya. Puisi jenis ini dapat dibedakan atas puisi yang dapat
langsung dipahami dalam sekali baca. Ada pula puisi yang harus dibaca
berulang-ulang, direnungkan, dan direka-reka sendiri oleh pembacanya sebelum
dapat dipahami dengan utuh.
Apa yang membuat puisi sulit dipahami?
Puisi adalah karya seni yang menggunakan bahasa
sebagai media. Dalam puisi, bahasa yang wujud dalam bentuk kata-kata merupakan
refresentasi dari makna yang ada dalam pikiran dan perasaan penulisnya. Dengan
demikian, dalam sebuah puisi, kita dapat melihatnya dari dua segi, yaitu segi
isinya dan segi bahasanya.
Isi sebuah puisi tidaklah selalu berupa hal-hal yang
luar biasa. Semua orang pernah jatuh cinta pada alam, pada manusia, pada Tuhan,
atau pada apa saja. Pernah pula patah hati. Pernah pula ditinggal kekasih.
Pernah pula dikhianati dan ditingal pergi begitu saja.
Dari segi isi, semua sama. Semua rata. Tidak ada yang
istimewa. Akan tetapi, setiap penulis akan melahirkan puisi yang berbeda. Tidak
boleh ada dua puisi yang identik bahkan mirip sekalipun. Sebagai sebuah karya
seni, setiap puisi harus memenuhi dua ciri universal dari karya seni, yaitu
asli dan baru.
Dari segi bahasanya, puisi dibangun dengan kata-kata.
Dalam hal ini, puisi dapat dikatakan sebagai rangkaian kata-kata. Akan
tetapi, harus diingat bahwa kekuatan sebuah puisi itu sama sekali bukanlah pada
kata-katanya itu sendiri. Sebuah kata akan menjadi kuat dan indah pada saat kata
itu digabung dengan kata-kata lainnya. Inilah yang disebut komposisi.
Perhatikan puisi berjudul “Aku Ingin” karya Sapardi
Djoko Damono di bawah ini!
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(1989)
Adakah ditemukan kata-kata yang sulit dipahami? Sama
sekali tidak ada. Semua kata dalam puisi tersebut adalah kata-kata yang lazim
kita gunakan dan kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Tidak ada
kata-kata asing. Semua kata telah kita kenal dengan baik, bahkan begitu sering
kita gunakan.
Apakah Anda dapat langsung memahami isi puisi itu? Apa
yang membuat isi puisi itu tidak dengan mudah dapat dipahami? Kesulitan
kata-katanya atau karena komposisinya? Ayo, jawab!
Benar. Yang membuat puisi ini indah adalah
komposisinya. Penulis sangat mahir merangkai kata menjadi kelompok kata yang
bermakna dan membuat pembaca berusaha membayangkan wujud dari keagungan dan
kemuliaan cinta. Kata “sederhana” dalam puisi itu telah diberi makna khusus,
istimewa. Hal ini tak pernah dilakukan penulis lainnya. Kata “sederhana” dalam
puisi ini telah diberi makna yang “luar biasa”.
Munculnya pikiran bahwa “cinta yang sederhana” itu
bukanlah “sederhana” dalam pengertian yang biasa bukan karena kata “sederhana”
itu sendiri melainkan karena kata-kata sebelumnya dan kata-kata sesudahnya. Hal
lain yang membuat puisi sulit dipahami adalah kecenderungan penggunaan metafor.
Ketidakterusterangan penulis dalam menyampaikan maksud
telah membuat penulis membuat metafor. Metafor merupakan salah satu bentuk yang
dipilih untuk menyembunyikan isi. Di samping itu, berfungsi pula untuk membuat
kalimat lebih bergaya lebih, lebih hidup, dan lebih menyentuh perasaan.
Salah satu bentuk metafor adalah penggunaan kias atau
analogi. Perhatikan makna kata “terluka” pada dua pernyataan di bawah ini!
1.
“Tangannya terluka tersayat pisau”.
2.
“Hatinya terluka teriris kepedihan”
Pernyataan manakah yang menggunakan kata terluka
dalam makna yang sesungguhnya?
Pernyataan manakah yang menggunakan kata terluka dalam
makna kias?
Adakah perbedaan makna di antara kedua kata terluka
pada masing-masing pernyataan di atas?
Pada
pernyataan yang kedua, sebenarnya kita tidak yakin bahwa hatinya benar-benar terluka.
Pernyataan ini lebih tepat kalau disebut hatiku seperti terluka. Penulisnya
beranggapan demikian karena dia merasakan sakit pada hatinya seperti ketika
badannya terluka. Di sini penulis menganggap sakit hatinya seperti sakit pada
badannya. Inilah kias. Dua perkara yang berbeda tetapi memiliki sifat yang
sama.
Penutup
Seperti dikatakan Riffaterre (1978) bahasa dalam puisi
bukanlah bahasa seperti yang kita gunakan sehari-hari walaupun kata-kata dan
tatabahasanya sama. Puisi adalah bentuk yang khusus. Kekhususannya penggunaan
bahasanya karena pengaruh komposisinya. Sebuah kata disandingkan dengan kata
sebelumnya dan kata sesudahnya sehingga membentuk makna baru yang unik.
Dari
segi isinya. Kalau membaca surat, kita harus paham isinya. Harus jelas apa
isinya. Kalau kita membaca puisi, kita ingin merasakan keindahannya bahasa dan
rahasia makna yang di balik kata-katanya.
Dalam puisi, penulis berusaha menyembunyikan isi
sehingga dalam puisi dikenal pernyataannya “begini” tapi maksudnya “begitu”
seperti dikatakan Riffaterre, “A poem says one thing and means another”.
Wallahu
a’lam.
@salam dari Asep Nurjamin yang sudah terlanjur
mencintai puisi dari Bumi Guntur Melati
Rujukan
Damono, Sapardi Djoko. Hujan Bulan Juni: Sepilihan
Sajak. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Nurjamin, Asep. 2018. Sastra itu Fiksi. Makalah.
tidak dipublikasikan.
Nurjamin, Asep. 2019. Tiga Jenis Karya Sastra. Makalah.
Tidak diterbitkan.
Nurjamin, Asep. 2020. Daun-Daun yang Terkenang yang Terlupakan. Garut: IPI Press.
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington:
Indiana University Press.
No comments:
Post a Comment