STRUKTUR TULISAN KRITIK
SASTRA
Oleh:
Dr. Asep Nurjamin
Tulisan kritik
sastra termasuk karangan argumentasi. Di dalamnya, kritikus mengemukakan kesan,
pendapat, dan penilaian mengenai kualitas karya sastra yang dikritiknya.
Kritikus harus dapat memberikan argumentasi yang mudah dipahami pembaca.
Mengapa karya itu dianggap karya sastra yang bermutu. Dari segi apanya karya
sastra itu bermutu. Bagaimana cara dia menilainya. Semuanya harus logis
sehingga argumentasinya layak diterima
pembaca.
Tentu saja, pada
awalnya kritikus tertarik untuk mengkritik karena terbawa perasaannya. Mungkin
karena terpukau karena keindahan sebuah puisi. Mungkin karena terkesan oleh
cara penulis bercerita. Mungkin karena terpesona oleh keindahan komposisi
kalimatnya. Ini semua urusan perasaan. Harus dimaklumi karena keindahan sastra
itu adalah keindahan dalam perasaan, bukan keindahan dalam pikiran.
Walaupun berawal
dari kesan perasaan, kritik sastra yang dibuatnya tidak boleh semata-mata
bersandar pada perasaanya sendiri. Kritikus harus secara ilmiah membuktikan
keindahan yang dimiliki karya yang dikritiknya. Kita ketahui bahwa perasaan
sendiri itu sifatnya subjektif. Di dalam kritiknya, penulis harus
menyembunyikan subjektivitasnya. Yang ditonjolkannya adalah bukti-bukti yang objektif
dan logis.
Sebagai bagian
dari karya ilmiah, kritik sastra harus memenuhi prinsip-prinsip penulisan karya
ilmiah. Isi kritik sastra harus logis dan ditulis menggunakan bahasa ragam
ilmiah. Diksi dalam karya ilmiah harus menggunakan kosakata ragam baku.
Urutan Penyajian
Karya kritik
sastra kita dapat disajikan dalam urutan: (1) deskripsi, (2) analisis, (3)
interpretasi, dan (4) penilaian sebagaimana disarankan Mahayana (2015: xlii).
Akan tetapi, dalam praktiknya, sebagian karya kritik sastra hanya memuat tiga
perkara, yaitu deskripsi, analisis dan interpretasi, serta penilaian. Dalam hal
ini, analisis dan penafsiran ditempatkan pada satu nomor.
Di samping model
kritik yang disarankan Mahayana tersebut di atas kita juga dapat melihat banyak
kritikus yang menggunakan pola: (1) landasan teori, (2) deskripsi, (3) analisis
dan interpretasi, serta (4) penilaian. Model yang terakhir inilah yang
sebenarnya lebih banyak kita temukan dalam karya-karya kritik sastra, termasuk
beberapa kritik karya Mahayana sendiri. Oleh karena itu, untuk selanjutnya akan
kita bahas penulisan kritik sastra berdasarkan model yang terakhir ini.
(1) Landasan teori. Seorang
kritikus haruslah orang yang sudah dianggap memiliki otoritas dalam bidang
sastra. Oleh karena itu, kritikus harus membuktikan dirinya bahwa dia memiliki
minat, pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang diakui oleh
masyarakat sastra, terlebih oleh penulis karya yang dikritiknya. Penting
kiranya bagi seorang kritikus untuk membangun citra diri sebagai seorang
kritikus. Dengan demikian, menjadi penting bagi seorang kritikus untuk
memperlihatkan dan menunjukkan penguasaanya terhadap sastra dan ilmu sastra.
Menuliskan teori
yang menjadi dasar dan rujukan dari kegiatan kritik sastra yang dilakukannya
dapat dianggap sebagai upaya memperlihatkan keahliannya. Walaupun
demikian, kritikus harus memilih teori
yang proporsional, yang sesuai dengan sifat dan hakikat karya yang akan
dikritiknya. Tidak perlu berlebihan. Tuliskan teori atau pendapat ahli yang
sesuai dan diperlukan. Jangan juga menimbulkan kesan sebagai orang yang show off.
Hal lain yang
perlu diingat dalam menuliskan landasan teori adalah penulis harus berusaha
sedapat mungkin menggunakan rumusan kalimat sendiri. Jika tidak dianggap sangat
perlu, pilihlah teknik kutipan tidak
langsung dengan teknik sitasi yang tidak tampak rumit dan berbelit.
(2) Deskripsi. Bagian ini berisi gambaran mengenai karya
yang dikritik yang biasanya dilengkapi dengan profil pengarangnya. Identitas
karya yang dikritik harus dideskripsikan secara lengkap, mulai dari judul,
jenis karya sastra, nama penulis, tahun publikasi, karya keberapa, termasuk di
dalamnya media yang dijadikan wahana publikasi karya tersebut.
Penting untuk
dijelaskan, bagian mana dari karya tersebut yang akan dibicarakan. Apakah karya
tersebut akan dibahas secara utuh bulat atau hanya akan dibicarakan bagian
tertentu saja. Sepadan dengan pokok pembicaraan, sebutkan teori atau pendekatan
kritik yang akan kita gunakan serta alasan kita menggunakannya. Tidak harus
detil. Cukup garis besarnya saja.
Identitas
pengarang termasuk bagian yang tidak terpisahkan dari penulisnya. Hipotesis
tentang pentingnya memahami profil pengarang untuk dapat memahami secara utuh
sebuah karya tampaknya tidak dapat diabaikan. Karya sastra tak lain dari buah
pikiran dan renungan penulisnya. Perlu pula dituliskan, bagaimana kedudukan
karya tersebut dalam rangkaian karya seorang pengarang. Jika perlu, tuliskan
juga kesan dan pandangan penulisnya sendiri terhadap karya tersebut. Hal ini
harus diperhitungkan kritikus untuk memahami karya yang dikritik.
(3) Analisis dan interpretasi. Lakukan analisis dan interpretasi yang meyakinkan pembaca. Mulailah dengan menuliskan hal yang
paling menonjol yang dimiliki karya yang dkritik. Kemukakan bagaimana faktanya,
apa kelebihan, apa kekurangannya, apa perbedaan dengan karya yang pernah ada,
baik karya pengarang itu sendiri maupun dengan karya pengarang lainnya. Apa makna
kelebihan dan kekurangan tersebut, baik dalam konstelasi karya yang dihasilkan
oleh pengarangnya maupun dibandingkan dengan karya pengarang lain, bahkan dalam
konstelasi kepengarangan secara regional atau nasional.
(4) Penilaian. Penilaian
adalah kesimpulan dari seluruh pembahasan kita. Tunjukanlah benang merah
antarbagian sehingga pembaca dengan mudah dapat memahami alasan kita sehingga
sampai pada penilaian. Sampaikanlah
secara eksplisit kesimpulan kita.
Misalnya, dengan menyebut bahwa karya yang kita kritik itu berdasarkan
alasan-alasan yang telah dikemukakan termasuk karya yang bermutu atau
sebaliknya.
Hindarilah
memberi penilaian tanpa disertai alasan yang jelas dan mudah dipahami. Selain
itu, penilaian yang kita buat itu harus benar-benar berdasarkan fakta yang
benar-benar ada pada karya yang dikritik.
Penutup
Kritik sastra
dapat dilakukan terhadap satu karya sastra, satu buku, atau keseluruhan karya
seorang pengarang. Pada dasarnya, struktur penyajian mengikuti pola sebagaimana
telah dibicarakan di atas. Yang berbeda biasanya pada bagain pertama yaitu
bagian landasan teori. Para kritikus yang sudah “punya nama” biasanya tidak
secara eksplisit dan formal menyertakan bagian landasan teori. Barangkali
karena keyakinan bahwa dirinya telah cukup dikenal kepakarannya dalam bidang
sastra sehingga sudah layak untuk mengkritik atau memberi penilaian terhadap
karya sastra.
Perlu
disampaikan di sini bahwa struktur tulisan kritik sastra yang dibicarakan di
sini hanyalah sebuah model. Dalam kenyataannya, masih ada model struktur yang
lain.
Rujukan
Danardana, Agus Sri. 2013. Pelangi
Sastra: Ulasan dan Model-Model Apresiasi. Palagan
Press: Pekanbaru.
Mahayana, Maman S. 2015. Kitab
Kritik Sastra. Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta.
No comments:
Post a Comment